Rabu, 27 Nopember 2019
Medan – Pusat Jantung Terpadu (PJT) RSUP H Adam Malik sebagai layanan jantung terpadu dan layanan unggulan Rumah Sakit vertikal ini terus berinovasi. Untuk pertama kalinya di Sumatera Utara, Tim Medis PJT RSUP H Adam Malik berhasil melakukan pemasangan alat pacu jantung pada bayi berusia 20 hari. Biasanya, pemasangan alat pacu jantung ini dilakukan pada pasien usia dewasa.
“Untuk kasus ini pertama kali dilakukan di Adam Malik, sekaligus pertama kalinya di Sumatera Utara. Kami (tim PJT) melakukan konsultasi dengan beberapa bagian terkait. Kemudian dengan berbagai pertimbangan, diputuskan pasien akan dilakukan pemasangan permanent pacemaker,” ucap dr Nizam Zikri Akbar SpJP(K) sebagai Kepala Pusat Jantung Terpadu RSUP H Adam Malik.
Nizam menjelaskan, bayi berjenis kelamin perempuan ini dirawat di RSUP H Adam Malik sejak usia 9 hari, berat badan 2400 gram, panjang badan 46 cm, dengan diagnosa Total Aatrioventricular (AV) Block yaitu kelainan irama jantung yang menyebabkan denyut jantung sangat lambat dan lemah sehingga tidak sanggup memenuhi kebutuhan oksigen bayi. Jika tidak segera ditangani fungsi jantung bayi dapat berhenti.
Hal senada juga disampaikan Prof dr Guslihan Dasa Tjipta SpAK sebagai Dokter Spesialis Anak. Kondisi pada bayi yang berinisial S ini dapat terjadi karena dipengaruhi oleh kesehatan ibu serta makanan dan minuman yang dikonsumsinya dengan angka kejadian 1:20.000 kelahiran.
“Kasus ini sangat jarang terjadi. Hampir 30 tahun lebih menangani pasien, untuk pertama kalinya saya menangani kasus yang sangat kompleks seperti ini. Kelainan jantung ini berasal dari ibu bayi yang sedang sakit,” katanya.
dr Maulidya Ayudhika SpBTKV, dokter Bedah Thoraks Kardiovaskuler menambahkan bahwa berat badan bayi yang cukup ringan menjadi tantangan khusus pada saat menanamkan permanent pacemaker yang berupa baterai ini di tubuh bayi S. Sementara jenis baterai yang digunakan sama dengan yang digunakan untuk pasien usia dewasa.
“Berat bayi yang masih sangat ringan jadi masalah. Baterai cukup besar dan harus ditanamkan di tubuhnya. Bagian perut adalah lokasi teraman dan bisa kami pastikan baterai tersebut bekerja dengan baik,” ucap dokter bedah jantung perempuan pertama di Sumatera Utara ini.
Sebelumnya, baterai sudah di-setting dan posisi teraman adalah di dalam perut. Terkait berapa lama ketahanan baterai tersebut, baterai ini bisa bertahan selama 10 hingga 15 tahun. Namun ini dapat berubah tergantung kebutuhan denyut jantung pasien. Pada bayi, kebutuhan denyut jantung lebih banyak dibandingkan usia dewasa. Selanjutnya, kondisi baterai dikontrol secara berkala melalui monitor yang dapat terhubung dengan permanent pacemaker menggunakan bluetooth sehingga sebelum baterai habis, baterai akan segera diganti.
Pemasangan permanent pacemaker tidak mempengaruhi tumbuh kembang bayi. Bahkan jika pasien terkena penyakit, alat ini akan tetap bekerja sebagaimana mestinya. Secara teori, kemungkinan jantung dapat bertumbuh menjadi normal pada pasien dengan kondisi jantung bawaan seperti ini sangat kecil. Hal ini mengaharuskan pasien tersebut akan bergantung dan menggunakan alat ini seumur hidup. Ketika usia anak semakin bertambah dan pasien memasuki masa penggantian baterai, baterai akan dipindah lokasi penanamannya, bisa saja di dada atau di perut bagian atas.
Sementara itu, Ahli Pacu Jantung dr. Anggia C Lubis, SpJP (K) juga menyebutkan, keberhasilan pemasangan alat pacu jantung pada bayi yang pertama kalinya dilakukan di RSUP H Adam Malik serta se-Sumut ini karena team work yang baik, dukungan dari pihak Manajemen Rumah Sakit, serta ketersediaan alat yang memadai.
“Keberhasilan atas tindakan ini menunjukkan sebuah kerjasama tim yang luar biasa karena banyak ahli yang terlibat dari berbagai sub spesialis anak, jantung, bedah torak, anastesi. Kami juga berterimakasih karena pihak Manajemen mendukung PJT,” imbuhnya.
Tim Medis Rumah Sakit Milik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang menangani pasien S terdiri dari Spesialis Anak, Spesialis Jantung, Spesialis Bedah Jantung dan Anastesi Bedah Jantung. Operasi menanamkan alat pacu jantung dan baterai ini berlangsung sekitar 1,5 jam. Alat pacu jantung bekerja dengan baik, sehingga irama jantung bayi kembali normal.
Hal pertama yang perlu diperhatikan adalah kondisi pasien pasca operasi. Bayi S perlu pengawasan khusus untuk terus memantau jika ada reaksi penolakan pada tubuhnya atas penanaman alat ini, salah satunya memastikan tidak ada infeksi. Saat ini kondisi bayi sehat dan direncanakan segera Pulang Berobat Jalan (PBJ). Fokus utama pasca pemasangan alat permanent pacemaker adalah keluarga harus diedukasi agar alat-alat tertentu tidak boleh berdekatan dengan bayi tersebut, seperti handphone dan metal detector karena dinilai dapat mengganggu fungsi baterai.
Tindakan pemasangan alat pacu jantung yang diperkirakan memakan biaya 60-70 juta ini ditanggung BPJS Kesehatan. Diharapkan, keberhasilan tindakan pada bayi S ini dapat membuka pintu pengobatan pada bayi lainnya dengan kondisi yang sama. (*/swt)